Austin Reaves Sebutkan Alasannya Menyukai Kobe Bryant
Austin Reaves Sebutkan Alasannya Menyukai Kobe Bryant. Austin Reaves, guard Los Angeles Lakers yang sedang naik daun, kembali ungkap kekagumannya pada Kobe Bryant dalam wawancara pra-musim baru-baru ini. Pada 19 Oktober 2025, saat bicara soal legenda Lakers, Reaves sebut farewell game Kobe di 2016—di mana ia cetak 60 poin melawan Utah Jazz—sebagai momen favoritnya. “Itu puncak segalanya, cara dia tutup karir dengan ledakan seperti itu,” kata Reaves, yang sejak kecil jadi penggemar berat Black Mamba. Di usia 27 tahun, Reaves bukan cuma bilang suka; ia sebut Kobe sebagai GOAT pribadinya, pengaruh yang bentuk mentalitasnya di lapangan. Musim 2025/26 dimulai besok, dan dengan peran Reaves yang makin besar di skuad baru bersama Luka Dončić dan DeAndre Ayton, cerita ini tambah relevan. Bukan sekadar nostalgia; alasan Reaves menyukai Kobe tunjukkan bagaimana warisan legenda itu hidup di generasi baru, bikin penggemar Lakers harap Reaves bawa semangat Mamba ke perburuan gelar. REVIEW FILM
Momen Favorit Kobe yang Jadi Inspirasi Awal: Austin Reaves Sebutkan Alasannya Menyukai Kobe Bryant
Reaves tak ragu pilih farewell game Kobe sebagai highlight utama. Pada 13 April 2016, Kobe, usia 37 tahun saat itu, main 42 menit penuh melawan Jazz, cetak 60 poin dari 50 tembakan—efisiensi 50 persen meski tak ada istirahat. Itu bukan cuma angka; itu perpisahan epik di Staples Center, di mana Kobe lewati Shaquille O’Neal di daftar scorer Lakers sepanjang masa. Reaves, yang waktu itu remaja di Oklahoma, ingat nonton laga itu sambil terpaku di TV. “Saya bilang ke diri sendiri, itulah pemain hebat—main habis-habisan sampai akhir,” cerita Reaves di wawancara. Momen itu bentuk pandangannya soal dedikasi: Kobe tolak istirahat meski tim sudah aman, tunjukkan komitmen total. Bagi Reaves, yang musim lalu rata-rata 15.9 poin dan 6.8 assist, ini jadi blueprint. Di pra-musim 2025, ia tiru semangat itu dengan main 28 menit lawan Kings, cetak 14 poin termasuk three-pointer krusial di kuarter akhir. Pengaruhnya terasa; Reaves sering sebut momen itu motivasi saat latihan, terutama rehab pasca-cedera pergelangan tahun lalu. Farewell game bukan sekadar kenangan; ia jadi alasan Reaves pilih jersey nomor 15—bukan kebetulan, tapi hormat pada angka yang dekat dengan 24 Kobe.
Mentalitas Mamba yang Bentuk Karakter Reaves: Austin Reaves Sebutkan Alasannya Menyukai Kobe Bryant
Alasan utama Reaves menyukai Kobe adalah mentalitas Mamba—sikap predator yang tak kenal menyerah. Reaves bilang, “Kobe ajarin saya bahwa menang butuh segalanya, tak ada ruang buat setengah hati.” Ini terlihat jelas di karir Kobe: lima gelar NBA, dua final MVP, dan 81 poin rekor melawan Toronto 2006, di mana ia ambil 46 tembakan meski dikritik. Reaves, yang dibesarkan oleh neneknya yang penggemar Kobe, pertama kali terpikat pada pendekatan itu. “Nenek saya suka cara Kobe hadapi tekanan, selalu siap kerja lebih keras,” ungkap Reaves. Mentalitas ini bentuk Reaves jadi pemain serba bisa: musim lalu, ia catat plus-minus +4.2 saat on-court, naik dari rookie tahunnya, berkat fokus bertahan yang mirip Kobe. Di Asia tour Agustus lalu, Reaves konfirmasi Kobe sebagai GOAT-nya, bilang “LeBron hebat, tapi Kobe yang bikin saya jatuh cinta basket.” Pengaruh ini praktis; di scrimmage pra-musim lawan Mavericks, Reaves blok tiga tembakan dan steal empat bola, tiru insting Kobe yang hasilkan 1.4 steal per laga karir. Bagi Reaves, Mamba bukan soal skor; itu soal ketangguhan mental yang bantu ia adaptasi di Lakers, di mana tekanan gelar selalu ada. Mentalitas ini juga bikin Reaves mentor rekan seperti Bronny James, bagi tips soal fokus di momen clutch.
Pengaruh Pribadi dan Warisan Kobe di Generasi Baru
Pengaruh Kobe pada Reaves tak terlepas dari cerita pribadi: neneknya yang die-hard fan jadi pintu masuk. “Semua mulai dari dia, nonton highlight Kobe bareng, bicara soal bagaimana dia ubah permainan,” kenang Reaves. Ini bikin kekaguman Reaves lebih dalam—bukan cuma atlet, tapi ikon yang inspirasi di luar lapangan. Kobe, dengan lima gelar berturut 2000-2002 dan 2009-2010, plus Oscar untuk film dokumenter, wakili kesuksesan holistik. Reaves tiru itu dengan keseimbangan: off-court, ia bangun brand pribadi lewat podcast dan charity, mirip Kobe yang punya detail-oriented approach. Di wawancara Agustus, Reaves bilang Kobe GOAT karena “dia menang dengan cara yang bikin orang ingat—tak kenal kompromi.” Warisan ini hidup di Reaves: musim lalu, ia cetak game-winner lawan Warriors, ingatkan clutch gene Kobe. Di Lakers baru dengan Dončić dan Ayton, Reaves siap ambil peran glue guy, seperti Kobe yang pegang tim pas Shaq pergi. Pengaruh ini juga global; tur Asia Reaves sebut Kobe bikin basket populer di Oklahoma kecilnya, dan kini ia bawa semangat itu ke pasar internasional. Bagi Reaves, Kobe bukan idola jauh; ia blueprint hidup yang bantu ia dari undrafted rookie jadi starter potensial.
Kesimpulan
Austin Reaves menyukai Kobe Bryant karena momen ikonik seperti farewell 60 poin, mentalitas Mamba yang tak tergoyahkan, dan pengaruh pribadi dari neneknya yang bentuk karakternya. Di usia 27, Reaves tak cuma penggemar; ia pewaris warisan itu, siap bawa semangat ke musim 2025/26 yang dimulai besok. Dengan peran besar di Lakers, alasan-alasan ini jadi bahan bakar untuk saingi puncak Barat. Kobe tak lagi di lapangan, tapi lewat Reaves, Mamba tetap hidup—bukti legenda sejati abadi. Penggemar Lakers boleh harap: jika Reaves tiru setengah dari Kobe, gelar bisa kembali ke LA. Musim ini, cerita Reaves soal Kobe jadi pengingat basket soal inspirasi, bukan cuma skor.